Wednesday, 28 October 2015

Tugas 4 (Softskill) "Etika Profesi Akuntansi"

DILEMA BETASERON

Pada 23 juli 1995 Sebuah perusahaan bioteknologi di California yang bernama Chiron telah menghasilkan interferon beta-1b (nama merk betaseron) yang dikembangkan oleh laboratorium Berlex, sebuah unit Negara yang bersatu Schering AG perusahaan farmasi di Jerman. Berlex menangani perkembangan klinis, uji dan pemasaran obat. Negara- Negara bersatu makanan dan obat administrasi (FDA) menyetujui Interferon Beta-1b, menjadikan pengobatan pertama untuk penyakit Mutiple Sclerosis (MS) dan untuk mendapatkan persetujuan FDA dalam 25th. Persetujuan betaseron bukan hanya kesempatan yang besar untuk Berlex tetapi juga dilemma yang sulit. Dikarenakan persediaan yang tidak cukup untuk memenuhi permintaan awal dan kekurangan yang diperkirakan sampai tahun 1996.
Interferon Beta adalah protein yang terjadi secara alami dan mengatur sistem kekebalan tubuh. Betaseron terdiri dari interferon beta -1b yang telah direkayasa genetika dan laboratorium diproduksi sebagai produk rekombinan.
Multiple Sclerosis (MS) adalah penyakit dari sistem saraf pusat yang feres antar dengan kemampuan otak untuk mengontrol fungsi seperti melihat, berjalan dan berbicara. Serabut saraf dalam otak dan sumsum tulang belakang dikelilingi oleh myelin, Ketika isolasi myelin menjadi rusak, kemampuan sistem saraf pusat untuk mengirimkan impuls saraf ke dan dari otak menjadi terganggu. Dengan multiple sclerosis, ada sclerosed daerah di beberapa bagian dari otak dan sumsum tulang belakang (yaitu bekas luka atau mengeras) ketika sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang selubung myelin.
Dalam studi klinis, Betaseron terbukti mengurangi frekuensi dan keparahan eksaserbasi pada pasien rawat jalan MS dengan relaps sebuah – remisi dari penyakit. Itu tidak membalikkan kerusakan sudah dilakukan, juga tidak benar-benar mencegah eksaserbasi dari terjadi. Namun, Betaseron secara dramatis dapat meningkatkan kualitas hidup orang.
Pada juli 1993 FDA menerima permohnan izin dokter betaseron untuk menulis resep obat pada pasien MS dengan jumlah yang diperkirakan 1:3 dari 500.000 jiwa dengan Multiple Sclerosis. Tetapi FDA mempercepat izin proses pengambilan hanya 1 tahun yang biasanya 3 tahun untuk meninjau kembali penggunaan obat baru. Sebagai akibatnya Berlex tidak bersedia untuk menghasilkan dan mendistribusikan dalam jumlah yang dibutuhkan. Karena Badan hukum Chiron telah membuat obat dalam jumlah sedikit untuk pemakaian percobaan dan tidak mempunyai fasilitas pabrik untuk menjual permintaan dalam jumlah yang besar. Pada tahun 1993 Chiron hanya mampu menyediakan obat untuk 12.000-20.000 pasien. Dan pada akhir tahun 1994 Chiron hanya mampu menyediakan obat untuk 40.000 pasien.
Secara turun temurun obat yang dihasilkan oleh para ahli obat relatif mahal. Karena dalam kasus Betaseron, gen seorang manusia yang terkandung terdapat bakteri di dalamnya, hasil di dalam molekul genetiknya. Kualitas control dan prosedur yang kuat memakan waktu dan mahal. Akibatnya, harga betaseron mencapai hingga sekitar $10.000 per tahun untuk setiap pasiennya. Betaseron membawa harapan yang besar pada banyak orang dengan MS dan keragu-raguan yang tinggi pada Berlex.

1.      Bagaimana seharusnya Berlex mengatasi persediaan yang terbatas?
Seharusnya Berlex sudah merencanakan dari awal produksi berapa jumlah yang harus diproduksi dengan semua resiko yang terkandung di dalamnya. Selain itu, Berlex seharusnya sudah melakukan survey tehadap kondisi konsumen yang akan mengkonsumsi hasil produknya sehingga Berlex setidaknya dapat mencari solusi lain seperti misalnya membuat produk pengganti.

2.      Bagaimana seharusnya Berlex mengatasi distribusinya ?
Seharusnya Berlex memperbesar produksinya jika memang telah terbukti produknya dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang selain itu Berlex lebih baik mengkalkulasi ulang seberapa banyak penderita yang memang benar-benar sangat membutuhkan obat hasil produksinya.

3.      Bagaimana seharusnya Berlex menentukan harga obat yang telah dihasilkan ?

Harga jual selayaknya harus sebanding dengan kualitas produknya. Selain itu Berlex juga sebaiknya harus tetap dapat mempertanggungjawabkan kegunaan obat tersebut sehingga konsumen tetap mempunyai kepercayaan akan produk tersebut.

Anggota Kelompok   : Anne Rahma Safitri     ( 20212947 )
                                     Canya Pramesthi          ( 21212552 )
Kelas                          : 4EB12

Sunday, 18 October 2015

Tulisan 1 (Softskill) "Etika Profesi Akuntansi"

ETIKA YANG BERLAKU DI SUATU DAERAH

LUNGGUH SILA di JAWA

Orang Lungguh Sila atau Duduk Bersila.
(Sumber Dokumentasi: Putri Dintyasti)

Lungguh sila atau dalam bahasa Indonesia adalah duduk bersila, merupakan posisi duduk yang biasa dilakukan orang Jawa. Posisi ini adalah duduk di atas tanah secara langsung atau dengan beralaskan tikar. Posisi kedua kaki saling dilipat. Salah satu telapak kaki masuk ke sela antara betis dan paha (bawah lutut) kaki yang lainnya, sementara telapak kaki yang satunya berada tepat di bawah, lihat gambar di atas. Posisi duduk seperti ini biasanya dilakukan oleh seorang pria. Sementara wanita Jawa biasanya duduk dengan posisi kaki ditekuk ke samping. Sebab wanita Jawa pada zaman dahulu memakai jarik, jadi akan menyulitkan mereka untuk duduk bersila.
Kebiasaan duduk bersila sudah ada di masyarakat Jawa sejak zaman dahulu. Orang Jawa lebih suka duduk di atas tanah daripada duduk di atas kursi. Duduk bersila biasanya dilakukan orang Jawa saat acara-acara adat atau hajatan, makan bersama, nonton tv, mengaji, belajar, serta saat melakukan aktivitas lainnya.
“Saat makan laki-laki duduk bersila sedangkan wanita duduk dengan merapatkan selakangannya karena jika membuka selakangan dianggap tidak sopan, selain itu pakaian adat wanita zaman dulu tidak memungkinkan wanita untuk duduk mengangkan.”
(http://yusufnorman.blogspot.com/2013/11/kebiasaan-makan-orang-jawa.html diakses pada 21 Mei 2014 pukul 09:26 WIB)
Ketika bertamu, orang Jawa zaman dahulu juga lebih memilih duduk di bawah, karena beranggapan duduk di bawah lebih sopan daripada duduk di atas kursi. Akan tetapi, pada zaman sekarang, orang lebih memilih duduk di atas kursi yang empuk, dibandingkan harus duduk di atas tanah yang keras. Kebiasaan-kebiasaan orang Jawa seperti lungguh sila, sudah mulai jarang kita temui di waktu sekarang ini. Hanya orang-orang yang bertempat tinggal di desa-desa yang masih sering lungguh sila. Oleh sebab itu, menjadi kewajiban kita untuk menjaga kebiasaan dan tradisi masyarakat Jawa zaman dahulu, yaitu dengan melakukan lungguh sila juga.

Sumber :

Anggota Kelompok    :  1. ANNE RAHMA SAFITRI ( 20212947 )
                                       2. DIAN OCTAVIANA ( 27212994 )
Kelas                           :  4EB12

Tugas 1 (Softskill) "Etika Profesi Akuntansi"

PSAK

A.   Total PSAK di Indonesia

            1.       PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan
            2.       PSAK 2 Laporan Arus Kas
            3.       PSAK 3 Laporan Keuangan Interim
            4.       PSAK 4 Laporan Keuangan Tersendiri
            5.       PSAK 5 Segmen Operasi
            6.       PSAK 7 Pengungkapan Pihak-Pihak Berelasi
            7.       PSAK 8 Peristiwa Setelah Periode Pelaporan
            8.       PSAK 10 Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing
            9.       PSAK 13 Properti Investasi
            10.   PSAK 14 Persediaan
            11.   PSAK 15 Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama
            12.   PSAK 16 Aset Tetap
            13.   PSAK 18 Akuntansi dan Pelaporan Program Manfaat Purnakarya
            14.   PSAK 19 Aset Tak Berwujud
            15.   PSAK 22 Kombinasi Bisnis
            16.   PSAK 23 Pendapatan
            17.   PSAK 24 Imbalan Kerja
            18.   PSAK 25 Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan
            19.   PSAK 26 Biaya Pinjaman
            20.   PSAK 28 Akuntansi Kontrak Asuransi Kerugian
            21.   PSAK 30 Sewa
            22.   PSAK 34 Kontrak Konstruksi
            23.   PSAK 36 Akuntansi Kontrak Asuransi Jiwa
            24.   PSAK 38 Kombinasi Bisnis Entitas Sepengendali
            25.   PSAK 44 Akuntansi Aktivitas Pengembangan  Real Estat
            26.   PSAK 45 Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba
            27.   PSAK 46 Pajak Penghasilan
            28.   PSAK 48 Penurunan Nilai Aset
            29.   PSAK 50 Instrumen Keuangan: Penyajian
            30.   PSAK 53 Pembayaran Berbasis Saham
            31.   PSAK 55 Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran
            32.   PSAK 56 Laba Per Saham
            33.   PSAK 57 Provisi, Liabilitas Kontinjensi dan Aset Kontinjensi
            34.   PSAK 58 Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan
            35.   PSAK 60 Instrumen Keuangan: Pengungkapan
            36.   PSAK 61 Akuntansi Hibah Pemerintah dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah
            37.   PSAK 62 Kontrak Asuransi
            38.   PSAK 63 Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi
            39.   PSAK 64 Aktivitas Eksplorasi dan Evaluasi pada Pertambangan Sumber Daya Mineral
            40.   PSAK 65 Laporan Keuangan Konsolidasian
            41.   PSAK 66 Pengaturan Bersama
            42.   PSAK 67 Pengungkapan Kepentingan dalam Entitas Lain
            43.   PSAK 68 Pengukuran Nilai Wajar

B.   PSAK Nomor berapa saja yang telah dihapus?

            1.       PPSAK 1 Pencabutan PSAK 32: Akuntansi Kehutanan, PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa             Telekomunikasi, dan PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol
            2.       PPSAK 2 Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43 Akuntansi Anjak   Piutang
            3.       PPSAK 3 Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Rekstrukturisasi Utang Piutang Bermasalah
            4.       PPSAK 4 Pencabutan PSAK 31: Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan                     Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Perusahaan Reksa Dana
            5.       PPSAK 5 Pencabutan ISAK 6: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK 55 (1999) tentang               Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing
            6.       PPSAK 6 Pencabutan PSAK 21: Akuntansi Ekuitas, ISAK 1: Penentuan Harga Pasar                           Dividen, ISAK 2 Penyajian Modal dalam Neraca dan Piutang kepada Pemegang Saham dan                 ISAK 3 Akuntansi atas Pemberian Sumbangan atau Bantuan
            7.       PPSAK 7 Pencabutan PSAK 44: Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estat
            8.       PPSAK 8 Pencabutan PSAK 27: Akuntansi Perkoperasian
            9.       PPSAK 9 ISAK 5: Interpretasi atas Paragraf 14 PSAK 50 (1998) tentang Pelaporan                             Perubahan Nilai Wajar Investasi Efek dalam Kelompok Tersedia untuk Dijual
            10.   PPSAK 10 Pencabutan PSAK 51: Akuntansi Kuasi Organisasi
            11.   PPSAK 11 Pencabutan PSAK 39: Akuntansi Kerja Sama Operasi
            12.   PPSAK 12 Pencabutan PSAK 33: Aktivitas Pengungkapan Lapisan Tanah dan Pengelolaan                 Lingkungan Hidup pada Pertambangan Umum

C.   Pembahasan PSAK: PSAK 45
PSAK No. 45 mengatur tentang Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba. Dalam penyajiannya, laporan keuangan organisasi nirlaba berbeda dengan organisasi bisnis pada umumnya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan tujuan operasi dari kedua organsiasi tersebut. Organisasi bisnis dibentuk dengan tujuan untuk memperoleh laba di dalam setiap aktivitasnya, sedangkan organisasi nirlaba merupakan organisasi nonprofit yang tujuan utamanya bukanlah untuk mencari keuntungan, tetapi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Laba yang diperoleh dalam organisasi nirlaba tidak akan di gunakan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu, melainkan untuk kepentingan masyarakat.
Selain itu, organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari pihak yang tidak mengharapkan adanya pembayaran kembali atau keuntungan. Hal ini mengakibatkan adanya transaksi yang jarang timbul pada organisasi bisnis pada umumnya. Untuk itu penyajian laporan keuangan organisasi nilaba juga perlu diperhatikan. Penyajian laporan keuangan untuk organisasi nirlaba telah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 45. Berdasarkan PSAK No. 45, laporan keuangan untuk organisasi nirlaba terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan aktivitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. Penyajian laporan keuangan organisasi nirlaba yang sesuai dengan PSAK No. 45 diharapkan dapat membuat laporan keuangan dapat lebih mudah dipahami, memiliki relevansi dan informasi keuangan yang diberikan lebih berkualitas. 

D.   Pendapat Mengenai PSAK 45
Entitas Nirlaba diharapkan dapat menerapkan seluruh pernyataan dalam PSAK No. 45 dalam menyajikan laporan keuangan. Sebab laporan keuangan Entitas Nirlaba yang sesuai dengan PSAK No. 45 dapat meningkatkan kualitas informasi keuangan dari organisasi tersebut. Dengan demikian, Entitas Nirlaba tersebut dapat memberikan informasi keuangan yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan.

Referensi:
·         Ikatan Akuntan Indonesia. 2014. Standar Akuntansi Keuangan Per Efektif 1  Januari 2015. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.