DRAMA
Semangka Kuning
dan Semangka Merah
Para Pelaku:
Pemeran Utama :
1. Semangka Kuning bernama Shinta, anak gadis
yang baik hati dan sabar, berumur 20 tahun.
2. Semangka Merah bernama Santi, saudara tiri
Shinta yang jahat, licik, dan genit, berumur 21 tahun.
3. Sukma, ibu tiri Shinta yang jahat dan
licik, berumur 45 tahun.
4. Bang Jueng, penjual gado-gado asli betawi
yang sok tahu namun berhati baik, berumur 40 tahun.
5. Raihan, pemuda yang bijaksana, baik hati
dan suka menolong, berumur 25 tahun.
Pemeran Pembantu :
1. Pak Hartawan, Ayah Shinta
Alkisah
ada seorang gadis bernama Shinta. Ia adalah anak dari saudagar kaya bernama Pak
Hartawan. Ibunya sudah meninggal sewaktu Shinta masih kecil. Sejak itu ia hanya
tinggal dengan ayahnya. Namun setelah ia berusia 20 tahun, ayahnya memilih
untuk menikah lagi dengan seorang janda beranak satu bernama Sukma. Anaknya itu bernama Santi. Ia berumur setahun lebih tua dari Shinta.
Suatu hari Pak Hartawan diharuskan pergi ke luar kota untuk pekerjaan
dinasnya. Namun Shinta tak kuasa menahan air mata meratapi
kepergian ayahnya itu.
Pak Hartawan : ”Kenapa kamu menangis?
Ayahkan hanya sebentar perginya. Lagi pula
sekarangkan sudah ada yang menemanimu.”
Sukma : ”Iya, benar kata ayahmu sekarangkan sudah ada
ibu dan Santi.”
Santi : ”Aku akan menemani kamu terus kok, tenang saja
yah!”
Pak Hartawan : ”Nah, itu ada Santi. Iya sudah, ayah pergi dulu ya!”
”Assalamualaikum.”
Semua : ”Walaikumsalam.”
Shinta : ”Hati-hati ya yah!”
Sesaat setelah Pak Hartawan pergi, keadaanpun berubah 180 derajat dari
sebelumnya. Sukma dan Santi dengan bebasnya memerintah Shinta
layaknya seorang pembantu.
Santi : ”Shinta, kesini?”
Shinta : ”Iya kak, ada apa?”
Santi : ”Bersihin nih lantai?” (Sambil menumpahkan air
dari gelas yang sedang
di pegangnya)
Shinta : ”Tapi, kenapa...?”
Santi : ”Udah
jangan banyak ngomong, bersihin aja nih lantai. Kalau ngak aku bilangin ibu loh...!
Mau kamu..?” (Shinta menggeleng)
”hmm..
habis ini kamu ke kamar aku ya!”
Shinta : ”I... iya kak.”
Disaat yang bersamaan Sukma sedang nenelpon seseorang dengan HP nya. Tidak
di sengaja Shinta pun mendengar perkataan Sukma.
Sukma : ”Bagaimana? Kalian sudah pastikan semuanya
itu? Bagus-bagus! Hilangkan semua bukti! Uang akan saya transfer ke rekening
kalian.”
Shinta : ”Hilangkan
semua bukti...? Apa maksudnya? Hah, sudahlah aku ` harus
cepat-cepat, kalau tidak Santi bisa marah lagi nih!”
Keesokan harinya, telepon rumah berdering.
Ternyata telepon itu berasal dari kantor ayahnya Shinta.
Sukma : ”Shinta! Shinta! Cepet angkat teleponnya!”
Shinta : ”Iya, iya bu!” (Sambil berlari untuk
mengangkat telepon itu)
Santi : ”Ngangkat telepon aja lama banget.”
Shinta : (Shinta berbicara di telepon) ”Wa’alaikum
salam, iya benar saya anaknya. Ada app ya?”
Kantor : “Ayah kamu Pak
Hartawan sudah meninggal dunia akibat kecelakaan
dan masuk jurang. Sampai sekarang jasadnya belum juga ditemukan.”
Shinta : “Innalillahiwainnailaihi rajiun.” (Sambil
menangis karena telah kehilangan figur seorang ayah)
Santi : (Sukma dan
Santi menghampiri Shinta. Sukma mengangkat telepon yang jatuh, namun telepon sudah terputus. Santi
merangkul Shinta)
“Siapa
yang meninggal Shinta?”
Shinta : “Ayah
kecelakaan dan masuk jurang. Sampai sekarang Ayah belum ditemukan.” (Menangis)
Santi : “Innalillahiwainnailaihi
rajiun.”
Sukma : “Udahlah jangan
menangis terus, orang yang sudah tidak ada diikhlaskan
saja?”
Santi :
“Ibu! Yaudah yuk, sekarang aku anterin kamu ke kamar? (Sambil mengajak Shinta
masuk ke dalam kamarnya)
Santi mengantar Shinta ke kamar dan
Setelah itu Santi kembali menemui ibunya.
Santi : “Bu, ko tadi
ngomongnya kaya gitu si? Bukannya kasihan? Atau sedih kek!”
Sukma : ”Duh, Santi kita
tuh seharusnya seneng dong si ayahnya Shinta itu meninggal. Kan nanti warisannya bisa jadi
milik kita. Nah kita bisa belanja
deh. Apa aja yang kita mau bisa kita beli.”
Santi : “Iya juga ya bu. Kok aku ga kepikiran sedikit pun ke arah situ dari
kemaren ya..???”
Sukma : ”Emang susah punya anak Telmi.” (menggeleng-gelengkan
kepalanya)
Shinta sangat terpukul menghadapi kenyataan pahit ini. Hari-hari yang
kelampun kembali ia lewati dengan tabah dan sabar dengan berbagai cobaan yang
berat dari ibu dan saudara tirinya itu
Suatu ketika, datanglah seorang tamu. Dia adalah tetangga
baru disebelah rumah mereka.
Raihan : “Assalamualaikum”
Shinta : “Wa’alaikum salam. (Sambil membukakan pintu) Siapa ini ya??”
Raihan : “Saya tetangga
baru di sebelah rumah ini.”
Santi : “Siapa yang
datang? (mengusir Shinta) Oh..
tetangga baru di sebelah ya...
Kenalin nama saya Santi. Nama kamu siapa?”
Raihan : ”Saya Raihan. Saya mau silaturahmi aja sebagai
tetangga baru.”
Santi : ”Yaudah masuk dulu yuk! Silahkan duduk.”
Sukma : ”Ada siapa nih? Oh tetangga baru yang di sebelah itu ya.! Shinta, bikin
jus jeruk 3 ya.”
Tak lama kemudian Shinta datang dengan
membawa jus jeruk dan ditaruh di atas meja, lalu Shinta kembali ke dapur.
Raihan : ”Itu anak ibu juga kan, kenapa gak diajak
duduk disini aja?”
Sukma : ”Oh..., dia memang anaknya pemalu. Biasa lah..
silahkan diminum!”
Raihan : ”Trimakasih.” (lalu minum semua)
”Oh
iya, saya dengar suami ibu belum lama ini baru saja meninggal dunia. Saya turut berduka cita ya.”
Sukma : ”Trimakasih.” (Sukma merangkul Santi dan berpura-pura menangis)
Santi : ”Aku sedih banget waktu denger berita ayah meninggal.”
Sukma : ”Mungkin sudah takdir-Nya.”
Raihan : ”Yang sabar ya...” (Sambil melihat jam
tangannya)
”Astagfirullahal,
hampir saja lupa. Maaf saya tidak bisa berlama- lama
disini. Saya sudah punya janji dengan seseorang.”
Sukma : ”Sayang sekali, baru saja kita mengobrol.”
Santi : ”Sering-sering datang ya!
Raihan : ”Insya allah! Ya sudah saya permisi dulu ya.. Assalamualaikum!”
(Berjalan meninggalkan rumah itu)
Sukma&Santi : ”Wa’alaikum salam”
Keesokan harinya. Raihan yang sedang lapar
memilih untuk memakan gado-gado di warung bang Jueng.
Bang
Jueng : “Warga baru ye disini!”
Raihan : ”Iya, Bang. Bang, pesen gado-gadonya satu
jangan terlalu pedas.”
Bang Jueng : ”Tinggal dimane?” (Sambil membuatkan gado-gado
pesanan Raihan)
Raihan : ”Di samping rumah bu.... Bu Sukma!”
Bang Jueng : ”Wah, disebelah langganan gado-gado saya dong.”
Raihan : ”Oh,ya.? Berarti Abang tau dong perempuan yang
bernama Shinta dirumah itu?”
Bang Jueng : ”Jelas! Kenapa emank? Kamu naksir dia ya..!!”
Raihan : ”Hmm... Ya bisa dibilang begitu deh, Bang! Ayahnya
kan udah meninggal,
berarti dia anak yatim dong!
Bang Jueng : Iye, tapi tepatnye ia yatim piatu. Ibu
kandungnye uda meninggal waktu die masih kecil. Nih, gado-gadonye.” (Memberi
piring yang berisi gado-gado)
Raihan : ”Makasih,Bang.!! Oh.. Terus dia sekarang
tinggal sama siapa di rumah itu?” (Sambil memakan gado-gado)
Bang Jueng : ”Sekarang die tinggal ame ibu tiriye. Nah, Ibu
tirinye ntu jande beranak
satu. Kabarnya ni ye, die di jadiin pembokat di rumahnye sendiri.
Raihan : ”Pantas aja, waktu saya bertamu kesannya tuh
si Shinta menjadi pembantu
di rumah itu. Wah ga bisa dibiarin nih, Bang? Shinta bisa terus-menerus menderita
akibat perlakuan ibu dan saudara tirinya itu.”
Bang Jueng : ”Tapi saya masih bingung, kok bisa ya gak lama
setelah Pak Hartawan
menikah, tiba-tiba ia diberitakan kecelakaan, masuk jurang, dan jasadnya ga ditemuin pula. Aneh
banget kan..!!”
Raihan : ”Ya mudah-mudahan sih ini bukan kelakuan dua perempuan
jahat itu juga, Bang.
Suatu hari di jalan Raihan melihat Shinta
yang sedang kesulitan membawa sesuatu digenggamanya.
Raihan : ”Shinta, kamu lagi bawa apa?”
Shinta : ”Oh..., gak bawa apa-apa kok. Ini cuma cucian
kotor yang harus aku bawa
ke laundry.”
Raihan : ”Sini aku bantu bawain. Pasti cucian itu
sangat berat.” (Sambil mengambil
kantong berisi pakaian yang ada di tangan Shinta)
Shinta :
”Tidak usah, aku tidak mau merepotkan kamu Raihan. Lagian aku juga sudah terbiasa
melakukan ini semuanya sendiri.”
Raihan :
”Udah gak apa-apa kok. Oh... Iya, yang tadi siang di rumah kamu itu ibu dan kakakmu ya?!”
Shinta :
”Iya, mereka itu ibu dan kakak tiriku. Memangnya kenapa?”
Raihan : ”Oh... Kata Bang Jueng, si tukang gado-gado
itu kamu sering di siksa oleh
ibu dan kakakmu itu ya?!”
Shinta : ”Benar, tapi aku sudah terbiasa oleh semua itu
sekarang.”
Raihan :
”Tapi semua ini gak bisa dibiarin begitu saja. Mereka akan semakin senang
melihat kamu menderita. Sebenarnya aku ada ide buat membikin dua penjahat itu
menjadi jera.”
Shinta : ”Are you sure? Bagaimana caranya?” (Menatap Raihan dengan terkejut dan
penasaran)
Raihan : ”Ada deh..!!! Nanti aku akan merencanakan
sesuatu dengan Bang Jueng untuk membantu kamu keluar dari penderitaan ini.”
Setelah itu Raihan langsung menemui Bang
Jueng. Dan mereka berdua pun menyusun rencana-rencana untuk membantu Shinta. Suatu
malam Raihan dan Bang Jueng menjalankan aksinya. Keberuntunganpun berpihak pada
mereka. Malam itu Sukma dan Santi sedang berbincang-bincang di ruang keluarga.
Sementara itu Shinta tengah terlelap tidur. Mereka berbincang mengenai almarhum
Pak Hartawan. Raihan pun segera menyiapkan alat perekam dan dia pun merekam
pembicaraan mereka.
Sukma : ”Santi ini saatnya kamu harus tau. Sebenarnya si Hartawan itu meninggal bukan
gara-gara kecelakaan biasa. Tapi itu semua udah ibu rencanain dari dulu.”
Santi : ”Santi gak nyangka ibu melakukan hal itu
semua. Tapi gimana kalo ada yang tau tentang ini semua?”
Sukma : ”Tenang aja, ibu udah hilangin semua bukti-bukti.
Buktinya sampe sekarang gak ada yang tau kan.”
Santi : ”Bagus deh kalau begitu, Bu.”
Sukma : “Jadi, kamu ga
marah sama ibu nihh?”
Santi : ”Kenapa harus marah, kalo itu untuk kebaikan
kita berdua. Kan kita jadi bisa pake warisannya buat shopping, Bu. Udah yuk
tidur, udah malem nih.” (Pergi menuju kamar)
Keesokan harinya Raihan datang ke rumah
Shinta dan menceritakan semua yang telah terjadi semalam kepada Shinta. Shinta pun
hanya bisa menangis, menangis dan tabah.
Raihan : ”Sudah kamu jangan nangis terus. Tenang aja,
Bang Jueng sekarang lagi menghubungi polisi, agar mereka ditangkap secepatnya.”
(Tiba-tiba Sukma dan Shinta datang
menghampiri mereka berdua)
Sukma : ”Shinta kok ada tamu gak diajak masuk sih?”
Santi : ”Iya, gimana sih lo Shin! Ayo Bang Raihan kita masuk ke dalam rumah
aja.”
Raihan : ”Sudah, jangan berbasa-basi kalian. Kami sudah
tau semua yang terjadi sebenarnya.” (Dengan nada sedikit keras karena kesal
pada mereka berdua)
Shinta : ”Saya gak menyangka ibu tega melakukan ini
semua sama ayah cuma gara-gara harta warisan.”
Sukma : ”Enak aja.!! Itu semua fitnah, mana mungkin
ibu tega melakukan hal itu kepada suami ibu sendiri.” (Gemetaran karena
rahasianya telah terbongkar)
Santi : ”Iya, benar yang dikatakan oleh ibu. Itu semua
tidak benar.”
Raihan : ”Sudahlah, kalian tidak bisa mengelak lagi
karena saya sudah mempunyai bukti atas perbuatan kalian. Sebentar lagi polisi
akan datang untuk menangkap kalian berdua.”
Tak lama kemudian Bang Jueng datang.
Raihan : ”Loh... Bang mana polisinya?”
Bang Jueng : ”Abang suruh tunggu disitu. Aye mau bawa
panjahatnye sendiri, biar keliatan hebat gitu.!! Kan semalem ude nyoba jadi
detektif nah sekarang jadi polisi deh.”
(lalu memegang Shinta dan Sukma)
Bang Jueng :
”Nyok ikut aye semuanye. Ude dijemput tuh sama bapak polisi!”
(Mereka berdua berteriak membela
diri sambil ditarik oleh Bang Jueng)
Shinta : ”Makasih ya Raihan udah mau nolong saya untuk
keluar dari semua penderitaan ini!”
Raihan : ”Iya sama-sama. Waktu itukan kamu juga udah
nolongin saya.” (Sambil senyum-senyum ke arah Shinta)
Raihan : ”Sebenarnya sejak awal kita bertemu, aku...
udah suka sama kamu. Hmm.. mau gak kamu jadi pacar aku?”
Shinta : ”Hmm.. Kalau begitu sama donk.!! Pertama aku
melihat kamu hatiku deg-degan. Sepertinya aku juga suka sama kamu deh..!!”
Akhirnya
mereka berdua pun bahagia dan memutuskan untuk menikah. Sedangkan ibu dan kakaknya
menderita di dalam penjara.
_SELESAI_
Ayo Daftar Sekarang, Nikmati Freechip Berlimpah Setiap Hari... Join Disini Banyak Jenis Permainan Taruhan Online Terbaik, Kunjungi Website Kami Di Klik Disini dan Dapatkan Bonus Terbaru 8X 9X 10X win klik disini untuk mendapatkan akun Sabung Ayam anda dan Bonus Berlimpah.
ReplyDelete